“Dunia belum akan bersatu sebelum Jahudi bersatu. Dan, Indonesia belum akan bersatu sebelum orang Batak bersatu!”, begitu guyonan anak Medan. Orang Batak memang unik. Mereka selalu menganggap dirinya memiliki sifat superioritas. Menganggap dirinya lebih mampu, lebih baik, lebih ‘pintar’, lebih gesit dari orang lain. Sekalipun terkadang kehidupannya belum bercukupan (melarat), sulit dijumpai orang Batak yang berprofesi sebagai pengemis karena orang Batak menganggapnya hina. “Lebih baik tangan di atas (merampok) daripada menadahkan tangan”, begitu kira-kira palsafahnya. Sehingga ada yang menyebut orang Batak ‘Jahudi’-nya orang Indonesia. Secara individu orang Batak memang lebih chauvinistis terhadap identitasnya. Konon, mereka lebih senang dikatai tidak beragama daripada tidak beradat. Tangkas dan terus-terang tanpa sembunyi-sembunyi untuk mengungkapkan suatu hal, dan tidak pendendam merupakan sifat-sifat yang banyak dijumpai pada orang Batak. Namun bagi sebagian orang mendengar kata ‘orang Batak’ bisa jadi menimbulkan bermacam-macam interpretasi negatif; ‘orang Batak kasar’, orang Batak identik dengan Metromini, ‘copet’ dan seterusnya.
Dahulu, kata Batak itu diberikan sebagai julukan untuk membedakan orang Melayu (muslim) dengan orang-orang yang masih terkebelang di pedalaman Sumatera yang terdiri dari beberapa etnis, seperti: Karo, Toba, Mandailing, Simalungun dan Pakpak. Sementara kini, orang Batak sering dipandang sebagai satu suku yaitu Batak saja. Kemudian hal ini juga sering bias dengan memandang orang Batak mengacu kepada orang Tapanuli. Buku Orang Karo Diantara Orang Batak, memberikan deskripsi yang lebih mendalam sisi kehidupan orang Batak khususnya orang Karo diantara batak-batak yang lain.
Di bab awal buku ini mengupas tentang sejarah suku Karo yang digali beberapa buku langka. Bab berikutnya tentang eksistensi masyarakat Karo pada kerajaan Haru di Sumatera Timur. Bab-bab selanjutnya dibahas tentang berbagai segi di dalam kehidupan masyarakat Karo seperti; politik, pendidikan, perjuangan, ekonomi, budaya, agama, dsb. Buku ini tergolong pioneer dalam membahas hal-hal kekinian masyarakat Karo sekalipun tentu masih jauh dari sempurna. Namun ditengah-tengah kelangkaan bacaan tentang Karo, buku ini bisa menjadi pelepas dahaga terhadap kerinduan bacaan mengenai kalak Karo.
Judul: Orang Karo Diantara Orang Batak
Halaman: iv + 185
Penulis: Martin L. Peranginangin
Penertbit: Pustaka