Suatu hari datanglah seorang dari Kandibata Tanah Karo. Orang itu mengabarkan kalau anak sang Guru yaitu Tandang Kumerlang dan Tanda Suasa terkena penyakit cacar. Mereka sangat menderita sekali dan menitipkan pesan agar Bapa dan Nandenya untuk segera pulang karena mereka tidak sanggup lagi menahan sakit.
Guru Penawar Reme menolak pulang. Dia mengatakan kalau masih ada tugas yang harus diselesaikannya di Tanah Alas. Dia hanya menitipkan emas dan perak yang sudah dikumpulkan dalam satu goni untuk dibawa ke Kandibata. Semoga barang hasil upahnya di Tanah Alas ini bisa membeli obat untuk kesembuhan kedua anaknya itu.
Maka pergilah orang itu kembali ke Kandibata dan menyampaikan pesan bapaknya kepada Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa. Mereka sangat menangis mendengar kalau bapa dan ibunya tidak mau pulang. Lalu mereka meminta Bapa Ngudanya yaitu adik bapaknya, Senina dari sang Guru untuk pergi ke Tanah Alas dan menyampaikan keadaan sakit mereka di Kandibata.
Maka pergilah senina Guru itu ke Alas. Disana dia bertemu dengan abangnya dan menyampaikan pesan dari kedua anaknya. Bukannya makin tergugah malah Guru itu marah kepada adiknya itu. Dia mengusirnya dan mengatakan untuk apa dia pulang cepat kalau masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya di tanah Alas ini. Dia katakan kalau kedua anaknya itu tidak bisa disembuhkan dan mereka mati maka dia pun bisa menghidupkan anaknya itu lagi.
Maka pulanglah adiknya itu kembali ke Kandibata. Disampaikannya apa yang dibilang Guru Penawar itu kepada kedua anaknya. Betapa sedih dan kecewanya mereka. Mereka menganggap kedua orang tuanya itu tidak lagi mengasihi mereka. Terlebih lagi tidak ada obat yang dititipkan melainkan emas dan perak yang tidak ada artinya untuk mereka saat ini.
Karena sedihnya terus memikirkan kedua orang tuanya yang tidak juga pulang penyakit Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa semakin memburuk. Setiap hari ramai orang berkumpul di rumahnya. Mereka berusaha mencari jalan keluar untuk membujuk Guru itu untuk pulang. Hingga Mama atau paman, abang dari istri Guru itu menawarkan dirinya. Mungkin dia pikir permintaan dari kalimbubu tidak akan ditolak.
Berangkatlah Mama itu menuju Tanah Alas. Sesampai di Tanah Alas dia berhasil menjumpai Guru Penawar Reme. Dia menjelaskan keadaan kedua anak Guru itu semakin parah. Namun bukan menghormati perkataan kalimbubunya malah Guru itu meminta Kalimbubunya itu untuk pulang. Walaupun dia menghormati kelimbubunya itu, untuk saat ini dia menolak permintaannya. Dia berharap Mama Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa itu bisa menjaga kedua beberenya sampai dia kembali. Silih Guru Penawar Reme itu pun harus kembali ke Kandibata dengan kekecewaan.
Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa sangat sedih mendengar apa yang disampaikan oleh Mamanya. Setiap saat mereka menangis meratapi kedua orang tuanya. Semua orang di kampung itu berusaha menghiburnya. Sakit penyakit mereka makin menjadi. Setiap siang dan malam semua bibi-bibinya berusaha membujuk dan menghibur kedua anak gadis itu. Namun mereka terus berharap kehadiran kedua orang tuanya.
Datanglah Bengkilanya, anak beru dari Guru itu. Dia berangkat bersama beberapa seninanya yang juga anak beru dari Guru Sakti itu. Sampai di Tanah Alas mereka berhasil menjumpai Guru Penawar Reme. Mereka menjelaskan keadaan Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa yang sakitnya semakin parah. Tiap saat mereka menangis berharap kedua orang tuanya pulang. Mereka tidak ingin mati.
Guru Penawar Reme menjawab ketus kepada rombongan Anak Berunya itu. Dia tidak akan pulang sebelum selesai pekerjaan ini. Dia katakan kalau Anak Berunya tidak perlu khawatir. Walaupun nanti harus mati kedua anak perempuannya itu, dia pasti bisa menghidupkannya kembali. Dia katakan kalau anak perempuannya itu mati jangan dikuburkan di tempat umum. Kuburannya harus diatas bukit dan dibawah pohon beringin. Walau sebesar sisir pun tulangnya yang tertinggal niscaya dia bisa menghidupkannya kembali.
Lalu Guru itu memberikan sekarung emas dan perak. Dia berharap Anak Berunya untuk sementara tidak perlu bekerja lagi di ladang. Tugas mereka adalah menjaga kedua anak perempuannya itu. Seluruh kebutuhan mereka sudah dijamin dalam karung emas dan perak itu.
Sementara Nande Tandang Kumerlang yang sejak awal ingin pulang menangis meraung-raung. Dia sangat berharap untuk pulang namun suaminya hanya memikirkan harta Tanah Alas ini. Dia ingin berjumpa dengan kedua anak perempuannya itu. Dia tidak ingin mereka mati.
Mendengar ratapan istrinya itu Guru Penawar Reme tetap tak bergeming. Dia katakan kepada Anak Berunya itu agar tidak mendengar perkataan Nande Tandang Kumerlang. Lalu pulanglah Anak Berunya itu ke Kandibata. Mereka sampaikan apa pesan sang Dukun kepada orang banyak yang ada di rumah Guru Kandibata. Mereka pun hanya mengiyakan pesan yang disampaikan Anak Beru itu.
© Mejuahjuah.id /CATATAN : Setiap konten di website Mejuahjuah.id memiliki hak cipta. Jika ingin mengutip sebagian ataupun seluruh isi dari setiap artikel dalam website ini harap menghubungi kami atau memberikan asal sumber kutipan dari Mejuahjuah.id.