Legenda Guru Penawar Reme

Legenda Guru Penawar Reme Mejuahjuah.id I Ensiklopedia Karo

Singkat cerita meninggallah Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa. Sesuai pesan Guru Penawar Reme maka dikuburkanlah kedua anak perempuannya itu diatas bukit dan dibawah pohon beringin. Penguburannya tidak memakai ritual Gendang Adat karena kedua orangtuanya belum pulang.

Sudah empat hari berlalu, selalu saja terdengar orang-orang kampung yang melintasi kuburan itu suara tangisan Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa. Suara mereka terdengar lirih dan pilu. Terkadang dari kejauhan maraung dengan sangat mengerikan. Orang-orang kampung itu menjadi ketakutan. Keluarga terdekat dari Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa sangat sedih mereka tahu tangisan itu berasal dari arwah kedua gadis itu. Kedua orang tuanya tidak juga pulang ke Kandibata.

Suara tangisan arwah kedua gadis itu akhirnya terdengar oleh Begu Penunggu Gunung Sibayak. Tangisan itu sangat menarik perhatian penunggu Gunung itu. Lalu Begu Penunggu Gunung Sibayak memerintahkan Juak-juaknya untuk mecari asal suara tangisan itu. Akhirnya Juak-juak Gunung Sibayak mendapatkan suara tangisan itu berasal dari kampung Kandibata.

Juak-juak Gunung Sibayak mendekati kuburan asal suara tangisan itu. Mereka melihat roh dua gadis sedang bergentayangan di sekitar kuburan itu. Lalu Juak-juak itu bertanya kenapa mereka menangis. Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa menjelaskan bagaiamana kerinduan mereka dengan bapa dan nande mereka yang tak kunjung pulang dari tanah Alas. Sampai akhir hayat mereka tidak lagi berjumpa dengan kedua orang tua mereka. Itulah mereka sangat sedih dan terus menangis.

Lalu Juak-juak Gunung Sibayak menawarkan Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa untuk bertemu dengan Penunggu Gunung Sibayak. Dia katakan Penunggu Gunung Sibayak bisa menghibur kedua gadis itu. Dia juga bisa menggantikan peran orang tua untuk mereka.

Tawaran Juak-juak Gunung Sibayak itu diterima oleh Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa. Mereka berpikir alangkah baiknya di tempat baru daripada terus menangis meratapi kesedihan yang tidak berkesudahan. Mereka berangkat ke Gunung Sibayak. Disana mereka disambut dengan sukacita oleh Nini Penunggu Sibayak. Mereka membuat pesta pora menyambut kedatangan Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa yang sekarang menjadi keluarga besar Gunung Sibayak.

Seluruh keluarga Penunggu Gunung Sibayak terus menjaga dan menghibur Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa agar mereka tidak sedih lagi. Sedikit demi sedikit kedua gadis itu bisa melupakan kedua orang tuanya.

Setiap hari mereka berpesta. Suara musik gendang dan suara ramai terdengar juga oleh Perlanja Sira yang melintas di sekitar gunung Sibayak. Mereka sering memberikan percibalen (persembahen) saat melintasi tempat itu sebagai tanda penghormatan kepada Penunggu  Gunung Sibayak. Mereka tahu kalau terdengar suara gendang seperti orang berpesta pasti ada anggota keluarga Penunggu Gunung Sibayak yang baru. Jadi mereka tidak heran lagi.

Perlanja Sira atau disebut Pedagang Garam adalah pedagang yang membawa barang dagangan dari Tanah Karo dan menjualnya ke sekitar Medan, Deli Serdang dan Binjai. Lalu setelah barang dagangannya laku mereka membeli kebutuhan untuk dibawa kembali ke Tanah Karo.

Suatu hari para Perlanja Sira itu melewati lagi kaki Gunung Sibayak. Terdengar oleh mereka suara gadis bernyanyi. Seperti meninabobokkan adiknya.  Mereka tidak tahu suara itu berasal darimana. Tapi sebagai Perlanja Sira mereka maklum sebab hal-hal gaib seperti itu biasa mereka jumpai selama perjalanan. Saat mereka memberikan percibalen nyanyian itu berhenti.

Suara seorang perempuan terdengar dari kejauhan. Gadis itu memperkenalkan namanya adalah Tandang Kumerlang. Dia mengatakan para Perlanja Sira yang memberikan persembahan itu akan beruntung. Apa yang mereka jual pasti mendapat untung banyak. Dia berpesan jika memang perkataannya benar maka dia berharap Perlanja Sira itu membawa oleh-oleh kepada adiknya yang sedang bersedih Tandang Suasa. Kata-kata gadis yang tidak tampak wujudnya itu disetujui oleh Para Perlanja Sira itu. Mereka berharap apa yang dikatakan gadis itu memang benar.

Ternyata apa yang dikatakan gadis itu benar. Dagangan mereka mendapat untung besar. Mereka membeli oleh-oleh sesuai permintaan gadis itu. Saat melintasi Doulu di kaki Gunung Sibayak, mereka meletakkan oleh-oleh berupa buah jeruk di tempat biasa mereka meletakkan persembahan. Terdengar dari kejauhan suara gadis itu menyambut dan mengatakan terima kasih kepada para Perlanja Sira itu. Dia katakan adiknya Tandang Suasa akan senang mendapat oleh-oleh ini.

Setiap Perlanja Sira itu melintas Tandang Kumerlang selalu meminta dibawakan oleh-oleh. Bagi Perlanja Sira yang menyanggupi permintaan itu akan diberi untung. Namun ada juga dari Perlanja Sira itu tidak menuruti perkataan dari gadis itu, merekalah yang tidak beruntung.

Kepercayaan Perlanja Sira yang mendapat keuntungan dari gadis itu semakin tinggi. Suatu hari Tandang Kumerlang meminta agar Perlanja Sira itu membawa titipannya ke kampungnya di Kandibata. Titipannya itu adalah sebuah surat yang tertulis di bambu. Dulu tulisan di bambu ini disebut bilang-bilang oleh masyarakat Karo.

Tandang Kumerlang meminta agar suratnya itu tidak boleh dibaca sampai ke Kandibata. Karena surat itu adalah pesan untuk bapak dan ibunya yang mungkin sudah pulang dari Tanah Alas. Awalnya Perlanja Sira itu menyanggupi. Namun dalam perjalanan menuju Kandibata, timbul keingintahuannya untuk membaca surat itu. Dia membuka isi bungkusan surat itu. Tiba-tiba surat itu berubah menjadi ular. Betapa terkejutnya Perlanja Sira itu. Lalu dia berlari cepat meninggalkan tempat itu.

Tandang Kumerlang tahu surat yang dititipnya ke salah seorang Perlanja Sira itu tidak sampai ke Kandibata. Dia menawarkan ke salah seorang Perlanja Sira lain yang melintas. Dia katakan surat ini adalah pesan kepada kedua orangtuanya agar mereka tahu kemana mereka mencari kedua anak gadisnya. Perlanja Sira itu menyanggupi.

Perlanja Sira itu segera ke Kandibata. Dia mencari rumah Guru Penawar Reme. Dia mendapati saudara Guru itu disana. Dia memberikan titipan Tandang Kumerlang. Namun mereka katakan Bapa Tandang Kumerlang belum pulang dari Tanah Alas. Sudah bertahun-tahun dia belum pulang. Setelah menitipkan surat itu maka pergilah Perlanja Sira itu.

© Mejuahjuah.id /CATATAN : Setiap konten di website Mejuahjuah.id memiliki hak cipta. Jika ingin mengutip sebagian ataupun seluruh isi dari setiap artikel dalam website ini harap menghubungi kami atau memberikan asal sumber kutipan dari Mejuahjuah.id.
Bagikan

Pages: 1 2 3 4

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *