Pada saat Perlanja Sira itu pergi ternyata Guru Penawar Reme dan istrinya sudah dalam perjalanan ke Kandibata. Mereka sudah tiba di kampung Kineppen yang tidak jauh lagi dari Kandibata. Dari kampung itu sudah terlihat bukit dan pohon beringin tempat kuburan anaknya. Nande Tandang Kumerlang mulai menangisi kedua anaknya. Namun Guru Penawar Reme tetap menegaskan kepada istrinya kalau dia tidak perlu khawatir. Hanya sebesar sisir pun nanti tulangnya tinggal dia bisa menghidupkan kedua anaknya itu.
Sesampai mereka di Kandibata, seluruh keluarga dan saudara datang menyambut mereka dengan sukacita. Lalu mereka katakan kalau Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa sudah dikuburkan dibawah pohon beringin diatas bukit seperti pesan Guru itu.
Guru itu memerintahkan Anak Berunya untuk menggali kuburan kedua anaknya itu. Dia meminta agar tulang belulang anaknya itu dibawa ke rumah agar dia bisa menghidupkannya kembali. Berangkatlah mereka menuju kuburan dan mulai menggalinya. Tapi setelah digali ternyata kuburan itu telah kosong. Tidak ada lagi jasad Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa dalam kuburan itu. Tidak satupun tulang-tulangnya tertinggal. Konon semuanya sudah dipindahkan oleh Nini Penunggu Sibayak.
Mereka berlari ke rumah dan mengabarkan Guru itu keadaan kuburan kedua anak gadisnya. Seorang dari mereka yang hadir disitu memberikan surat yang disampaikan oleh Perlanja Sira yang datang beberapa waktu lalu. Betapa terkejutnya Guru Penawar Reme saat membaca surat itu ternyata kedua anak gadisnya sudah berada di Gunung Sibayak.
Dia meminta agar Sangkep Nggeluh segera berkumpul baik itu Senina, Kalimbubu dan Anak Beru. Dia meminta mereka semua menemaninya ke Gunung Sibayak untuk menjemput Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa. Mereka akan memalu Gendang permohonan kepada Penunggu Sibayak agar dia memberikan kembali kedua anak gadisnya itu.
Maka berangkatlah mereka semua ke gunung Sibayak. Di Doulu, kaki Gunung Sibayak mereka memalu Gendang Adat Lima Sedalanen. Mendengar suara gendang, datanglah Nini Penunggu Sibayak. Suaranya terdengar dari kejauhan. Dia bertanya kenapa ada terdengar suara gendang di tempatnya. Guru Penawar Reme mengutarakan maksudnya. Dia ingin bertemu dengan kedua anaknya. Dia bertanya kepada Penunggu Sibayak apa upahnya agar dia bisa bertemu dengan anaknya.
Penunggu Sibayak meminta agar Guru Penawar Reme menggantungkan kain dagangen atau kain putih di sebuah pohon. Dengan begitu dia akan mengabulkan pemohonan Guru itu. Tapi dengan satu syarat, siapa pun tidak boleh memeluk keduanya jika mereka sudah hadir.
Guru Penawar Reme menyanggupi syarat itu. Dia menggantungkan kain dagangen di sebuah pohon. Tiba-tiba muncullah Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa. Ibu kedua gadis itu sangat menangis. Akhirnya dia bisa bertemu dengan kedua anaknya. Nande Tandang Kumerlang tidak bisa menahan dirinya, dia bergerak mendekati anaknya itu lalu berusaha memeluknya. Tiba-tiba menghilanglah mereka. Semuanya terkejut mendapat Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa tidak ada lagi.
Terdengar suara penunggu Gunung Sibayak dari kejauhan. Dia katakan kalau Nande Tandang Kumerlang sudah melanggar syarat. Mereka tidak akan bertemu kedua anaknya lagi sampai kapan pun.
Guru Penawar Reme dan istrinya menyesali apa yang telah diperbuatnya kepada kedua anaknya itu. Mereka sangat menyesali kasih sayang tidak lagi diberikan akibat mengejar harta ke tanah Alas. Lalu mereka membuang semua hartanya ke Lau Debuk-debuk. Setelah membuang hartanya tiba-tiba mereka berubah menjadi batu. Mereka kini sudah berada dekat dengan kedua anaknya.
Batu jelmaan Guru Penawar Reme dan istrinya itu sekarang menjadi sembah-sembahan orang di Lau Debuk-Debuk. Konon kata Tua-tua, kalau malam terang bulan terdengarlah suara Tandang Kumerlang bernyanyi meninabobokkan adiknya Tandang Suasa. Kalau hari mendung dan hujan akan terdengar suara derak dan menggelegar di Lau Debuk-debuk. Konon suara itu berasal dari arwah Guru Penawar Reme dan Istrinya yang sedang melemparkan semua hartanya dari tanah Alas ke Lau Debuk-debuk dan menangisi perbuatannya.
Demikianlah cerita Guru Penawar Reme, Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa. Dari cerita ini bisa dipetik sebuah pesan moral, kasih sayang kepada anak dan buah hati kita tidak bisa ditukar dengan harta apapun di dunia ini. Jadi kasihilah anak-anak kita melebihi apapun di dunia ini.
© Mejuahjuah.id /CATATAN : Setiap konten di website Mejuahjuah.id memiliki hak cipta. Jika ingin mengutip sebagian ataupun seluruh isi dari setiap artikel dalam website ini harap menghubungi kami atau memberikan asal sumber kutipan dari Mejuahjuah.id.