Konon menurut ceritanya, Danau Lau Kawar ini berasal dari lokasi sebuah perkampungan yang namanya Kawar. Penduduk desa yang pada umumnya bekerja sebagai petani sebagaimana dengan warga lainnya di Tanah Karo.
Hasil pertanian masyarakat selalu berlimpah ruah karena Tanahnya cukup subur. Para petani tidak ada memakai pupuk atau obat-obatan seperti sekarang.
Singkat cerita, tibalah musim panen padi. Seluruh warga gembira melihat hasilnya menguning bernas. Demikian juga tentunya kepala desa lau Kawar memiliki kebahagiaan tersendiri mengingat ladangnya cukup luas. Apa yang diharapkan penghulu desa selama ini ternyata telah dikabulkan Tuhan pada tahun itu. Sebagai ucapan syukur kepada Tuhan maka penghulu Desa Kawar menyelenggarakan pesta Gendang Guro-guro aron di ladang tersebut selama empat hari empat malam. Seluruh warga diundang berpesta pora yang luar biasa meriahnya.
Dapat dimaklumi, karena yang mengundang adalah penghulu desa maka tidak ada seorangpun yang berani menolak kecuali seorang wanita karena telah lanjut usia dan dia sendiri adalah ibu kandung dari pada penghulu Desa Kawar yang menyelenggarakan pesta yang meriah selama empat hari empat malam suntuk itu. Wanita tersebut tinggal sendirian di rumah, seluruh anak dan cucunya pergi. Bertalu-talu sayup-sayup suara gendang sesekali terdengar dari tempat wanita itu terbaring. Sekitar pukul satu siang acara menari di berhentikan karena tiba waktu makan siang. Penghulu dan warga desa seluruhnya makan dengan lauk pauk yang cukup mewah dan berkelimpahan. Lembu dan kambing serta babi dan ayam khusus dipotong semua kenyang puas dan gembira. Ini baru hari pertama.
Setelah istirahat sebentar, acara menari dan menyanyipun dilanjutkan kembali dengan dipandu anak beru penghulu desa. Anehnya saat manari menjelang sore penghulu desa memanggil anaknya yang masih kecil dan lugu, rupanya dia teringat ibunya yang tertinggal sendirian dirumah belum ada yang mengantar nasi untuk makan siang.
Nasi dengan lauk pauk yang cukup dipersiapkan. Anak penghulu yang masih lugu dan kecil tadi disuruh mengantarkannya ke rumah neneknya. Namun nasib malang bagi si nenek, sudah tidak diingat mengantar nasi pada waktunya, malah nasi yang diantar cucunya pula.
Ditengah jalan bungkusannya dibuka serta seluruh daging lembu, kambing, ayam, dan babi dimakan serta tulang belulangnya kembali dimasukkan sang cucu ke dalam bungkusan dan dikemas kembali seperti semula.
Sekalipun nasi untuk makan siang menjelang sore baru tiba ternyata sang nenek masih mampu tersenyum melihat sang cucu datang membawa bungkusan. Begitu bungkusan diterimanys,si cucupun terus kembali menuju ladang. Wanita tua inipun dengan susah payah bangun dari pembaringan agar segera makan.Begitu bungkusan dibuka si nenekpun begitu terkejut karena yang ada didalam hanya tulang belulang.
Lama si nenek tercengang menatap bungkusan itu, tak sadar air matanyapun jatuh membasahi pipinya yang sudah keriput. Malang memang nasib si nenek. Anak seorang penghulu yang disegani namun dirinya sampai melupakan ibunya yang sejak kecil mangasuh, membesarkan dan membimbing. Hati nurani nenekpun memberontak tak terbendung lagi. Dia menangis terisak,bersumpah sembari memeras air susunya, “Aku yang melahirkan dan membesarkan engkau, engkau telah mendapt kedudukan terhormat ternyata engkau tidak dapat menghormati orangtua sendiri, air susu ini menjadi saksi anakku, untuk itu aku bersumpah tiada henti, tiada putus asa sembari air mata terus mengalir di pipi air susunya.
Tak lama kemudian sumpah nenek yang malang itupun terkabul, embun gelap mulai menutup langit seakan hari mulai malam. Kilat dan guntur bergemuruh sambung menyambung. Seluruh warga yang berpesta meriah mulai panik, terlebih-lebih hujan mulai turun dengan derasnya. Pestapun mulai bubar seketika ,seluruh penduduk lari mencari tempat berteduh.
Hujan tiada mau peduli, selama tujuh hari-tujuh malam deras tiada hentinya, air bah pun terjadi. Desa kawar yang persis terletak di bawah gunung kaki Sinabung itupun tenggelam. Seluruh harta benda tidak ada yang terselamatkan. Desa Kawar telah berubah wujud menjadi sebuag danau, yang sekarang disebut dengan Danau Lau Kawar.
Dari legenda diatas bisa dipetik suatu kesimpulan bahwa bila kehidupan telah tercukupi maka yang pertama yang harus dilakukan adalah bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Hendaknya janganlah berkelimpahan yang telah dimiliki menjadi lupa terhadap orang tua, sebagai wujud dan syukur kepada Tuhan harus dibuktikan pertama kepada orang tua, yaitu dengan memberikan yang terbauk kepada orang tua.
Jika menerima amanah dari seseorang untuk disampaikan kepada orang lain janganlah sesekali megutak-atiknya bertanggung jawablah atas kepercayaan yang telah diberikan.Sampaikanlah amanah itu kepada orang yang berhak menerimanya.
Disadur dari berbagai sumber.
Š Mejuahjuah.id /CATATAN : Setiap konten di website Mejuahjuah.id memiliki hak cipta. Jika ingin mengutip sebagian ataupun seluruh isi dari setiap artikel dalam website ini harap menghubungi kami atau memberikan asal sumber kutipan dari Mejuahjuah.id.