Oleh Pt.Ir.Perdana Gintings, Msi
Mejuahjuah.id – Dalam pesta adat perkawinan suku Karo, ada tiga tahapan adat yang harus di lalui yaitu “Mbaba Belo Selambar”, “Nganting Manuk”, dan “Erdemu Bayu” atau petuturken. Biasanya sebelum upacara Nganting Manuk dilakukan acara pemberkatan nikah di gereja, khususnya bagi pengantin orang Kristen.
Yang paling sarat upacara adalah saat Erdemu bayu karena upacara tersebut adalah puncak pesta dan salah satu event yang paling penting adalah penyerahan luah kalimbubu. Atau kalau di terjemahkan adalah Kado dari Kalimbubu karena tanpa luah dari Kalimbubu maka pesta menjadi hambar.
Akhir-akhir ini luah kalimbubu ini banyak disoroti dari sisi negatifnya karena adanya pandangan bahwa kegiatan penyerahan luah kalimbubu adalah pura-pura bukan merupakan suatu kenyataan sebab luah kalimbubu tapi dari pihak anak beru. Kalau yang mengadakannya dari pihak laki-laki kenapa disebut luah kalimbubu, kenapa justru kalimbubu yang menyerahkan hadiah? Kenapa kalimbubu yang membeli hadiahnya? Kenapa harus pengantin pihak laki-laki? Pertanyaan ini merupakan suatu gugatan terhadap adat Karo, yang belum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Dan walaupun selalu digugat tetap saja diadakan karena belum ada alternatif lain. Memang pada beberapa kasus tertentu luah kalimbubu disediakan oleh kalimbubu dan dia tidak mau kalau hadiahnya disediakan oleh orang lain. Pernah kalimbubu saksikan “luah kalimbubu” berupa kuitansi pembayaran seperangkat alat tidur tinggal mengambilnya di toko. Pernah juga penulis saksikan luah kalimbubu adalah kunci mobil tinggal mengambilnya dari showroom tapi yang paling banyak adalah luah kalimbubu berupa tilam dan alat dapur yang disewa dari pemilik jambur.
Bila ditelusuri asal-usul “luah kalimbubu”, sebenarnya uang itu bagian dari uang mahar kalimbubu singalo bebere.Pihak pengantin laki-laki menanyakan kepada pihak pangantin peremouan berapa bagian dari kalimbubu? Lalu jawabnya sekian rupiah, sedangkan luah harus disediakan sebagai tambahan. Jadi ada sejumlah uang dan seperangkat luah dimana uang langsung diterima sedangkan seperangkat luah dibeli pengantin lelaki dan nanti diserahkan sebelum upacara.
Kalau dilihat pada saat upacara penyerahan hadiah maka luah kalimbubu adalah milik orang lain (pengantin laki-laki) padahal bila ditinjau secara keseluruhan luah kalimbubu adalah merupakan hak kalimbubu, masalahnya adalah kenapa harus pihak pengantin laki-laki yang menyediakan? Kenapa tidak seluruh uang diberikan, lalu terserah kalimbubu apa mau dibelinya. Mau beli selimut beli lemari, beli tempat tidur terserah dia! Yang penting luah kalimbubu.
Menjadi jelas bagi kita adalah pada dasarnya luah kalimbubu adalah memang milik kalimbubu, tapi akhir-akhir ini keadaan berubah, luah kalimbubu disewa dari jambur yang nantinya dikembalikan setelah acara pesta selesai. Ini tidak benar dan yang membuat itu tidak benar adalah kita sendiri.
Marilah kita tempatkan luah kalimbubu pada posisi sebenarnya untuk menghindari kemunafikan dalam melaksanakan adat-istiadat. Adat Karo sangat jauh lebih positifnya dan tidak bertentangan dengan agama Kristen. Adat Karo memberikan landasan berpikir bagi kehidupan orang Karo dan menunjukkan perilaku positif serta penampilan kita yang sering salah kaprah adalah kita sendiri manusianya!
Amin.
© Mejuahjuah.id /CATATAN : Setiap konten di website Mejuahjuah.id memiliki hak cipta. Jika ingin mengutip sebagian ataupun seluruh isi dari setiap artikel dalam website ini harap menghubungi kami atau memberikan asal sumber kutipan dari Mejuahjuah.id.