Oleh Joy Harlim ‘Nonink’ Sinuhaji
Mejuahjuah.id – Pada sekitar dibawah abad ke 19 masyarakat KARO masih hidup dibawah kebudayaan HINDUISME. Individu KARO apabila melakukan kegiatan spiritualitasnya dengan melakukan sesajen yang dikenal dengan istilah ERCIBAL atau CIBAL-CIBALEN. Pada zaman ini setiap individu KARO apabila wafat akan dibakar (mohon informasinya tentang istilah/sebutan tentang pembakaran mayat ini dalam bahasa KARO) dan abunya di OMBAKKEN melalui sungai.Oleh karenanya sangat sulit bagi kita untuk menemukan kuburan warga KARO yang usianya lebih dari 70 tahun saja.
Belakangan ini,dalam tata cara adat orang karo ada istilah “NGAMPAIKEN TULAN-TULAN.” Sejak kapankah perubahan sosial ini terjadi di KARO?
Perubahan sosial ini terjadi belum terlalu lama.Acara adat “NGAPAIKEN TULAN-TULAN”ini usianya masih sangat belia.
Hal ini bisa terjadi oleh karena pristiwa politik yang terjadi pada saat revolusi kemerdekaan di Indonesia.
Setelah kemerdekaan diproklamirkan oleh SUKARNO-HATTA,maka Belanda melakukan agresi militer pada tahun 1947 dan 1949.Untuk menghadapi ini,maka SUKARNO mencanangkan politik bumi hangus kepada seluruh rakyat Indonesia.Tidak mau ketinggalan untuk berpartisipasi dalam perjuangan kemerdekaan,maka rakyat KARO melakukan EKSODUS keluar dari desa/kampung halamannya untuk mengungsi kepedalaman serta membakar desanya.Untuk peristiwa yang heroik ini,masyarakat KARO pernah mendapatkan surat penghargaan dari Proklamator.
Pada saat situasi politik seperti ini,maka orang karo yang secara tradisionil apabila wafat melakukan upacara adat tidak dapan melakukannya. Pada saat itu setiap ada yang wafat tidak dilakukan acara adatnya apalagi sangat repot untuk melakukannya dan pembakaran mayatnya. Oleh karena itu.Sebagai akibat situasi politik orang-orang KARO yang wafat di daerah pengungsian ditanam begitu saja tanpa di adati.
Setelah penyerahan kedaulatan kepada pemerintah RI,maka masyarakat kembali dari daerah pengungsian.Dan bisa dengan aman serta nyaman untuk melakukan aktivitas ekonominya sehari-hari. Dan mulai makmur secara ekonomis.
Segera setelah mendapatkan rejeki secara materi orang-orang KARO tidak pernah lupa akan leluhurnya.Maka mulai lah jasad Ayah dan Bunda dijemput dari tempat pengungsian serta dibawa ke kampung halaman dan di adati.
Sejak saat itulah acara adat NGAMPAIKEN TULAN-TULAN terlegitimasi secara monumental dan menjadi bahagian daripada adat istiadat KARO yang fenomenal sebagai sebuah perubahan yakni perubahan sosial.
Informasi menarik untuk menambah khasanah pengetahuan tentang kekayaan budaya karo, lanjutkan abanganda.
Bujur bas dukungenndu ya 🙂