Sembiring si mantangken biang atau Sembiring Singombak
Sembiring Singombak adalah Sembiring pendatang dari India. Merga yang mereka pakai punya kesamaan dengan istilah-istilah yang digunakan di India. Kenapa mereka tidak bisa memakan daging anjing?
Menurut cerita seorang merga Sembiring Keling datang ke Aceh. Dia mempersembahkan seekor Gajah berwarna putih sebagai hadiah untuk Raja Aceh. Gajah itu sebenarnya di cat dengan tepung beras. Naas, hujan turun dan mengguyur badan gajah itu. Cat putih itu kemudian luntur dan warna gajah kembali menjadi hitam. Raja Aceh marah dan merasa ditipu. Si Sembiring Keling ini sangat ketakutan dan melarikan diri karena Raja Aceh mengejarnya. Tidak ada jalan lain dia melompat ke sungai. Arus sungai menyebabkan dia hampir tenggelam. Seekor anjing datang dan menyelematkannya. Dia memegang ekor anjing itu selamat hingga ke daratan.
Mulai dari situ dia bersumpah untuk tidak memakan daging anjing. Sumpah itu pula yang diikuti oleh kelompok Sembiring yang berasal dari India. Sungai yang menjadi tempat penyelamatannya itu dinamakan Lau Biang. Mulai saat itu pula Sembiring Singombak menganggap Lau Biang adalah sungai suci.
Kenapa mereka disebut Sembiring Singombak?
Kampung Seberaya menjadi pusat kebudayaan Sembiring Singombak yang berasal dari India. Sebelum bernama Seberaya kampung ini bernama Sicapah. Sicapah yang berasal dari kata “capah” yang berarti piring. Capah atau piring tradisional Karo terbuat dari kayu dan berukuran besar, biasanya digunakan untuk makan bersama. Makan bersama ini digunakan dengan hanya satu capah yaitu satu piring.
Awalnya Seberaya dinamakan Sicapah karena kampung ini berbentuk piring. Lalu perubahan nama menjadi Seberaya dilakukan setelah gelombang orang-orang India berdatangan ke dataran tinggi Karo. Mereka menyebar dan bermukim di berbagai tempat. Mendirikan kampung-kampung dan mengikuti adat istiadat masyarakat setempat.
Seberaya berasal dari bahasa Sansekerta. Sebe berasal dari kata Sabe yang artinya musyawarah. Raya berarti besar. Seberaya artinya adalah musyawarah besar. Seberaya menjadi pusat musyawarah besar Sembiring Singombak.
Setiap Seremai sekali atau 32 tahun sekali diadakan perayaan besar “Kerja Mbelin Paka Waluh” di kampung itu. Kerja Mbelin Paka Waluh adalah perayaan besar Sembiring Singombak yang pada masa itu masih beragama Perbegu atau Pemena yang ada keterkaitannya dengan agama Hindu dari India.
Ada kepercayaan pada masa itu tentang upacara suci pembakaran mayat dan menghanyutkan abu mayat itu ke sungai Lau Biang yang konon dipercaya di lautan luas akan bertemu dengan sungai Gangga India. Jadi pelaksanaan penghanyutan abu mayat ini dilakukan oleh masing-masing Sub Merga Sembiring Singombak secara bersamaan dalam upacara besar yang disebut Kerja Mbelin Paka Waluh.
Setiap golongan Merga Sembiring Singombak berikut anak berunya datang dari berbagai penjuru kuta Tanah karo ke Seberaya. Mereka menyiapkan perahu-perahu kecil yang indah.
Mereka membagi perahu menjadi 3 berdasarkan golongan atau senina (satu darah) :
Golongan pertama adalah merga : Brahmana, Colia, Pandia, Gurukinayan dan Keling
Golongan kedua adalah merga : Depari, Pelawi, Bunuaji dan Busuk
Golongan ketiga adalah merga : Meliala, Maha, Muham, Pandebayang, Tekang dan Sinukapur
Kemudian dengan iring-iringan upacara perahu-perahu itu kemudian dinaiki masing-masing golongan Merga lalu bergerak mengikuti aliran sungai Lau Biang. Mereka mulai menghanyutkan abu jenazah leluhur ke aliran sungai.
Dalam peradatan Sembiring Singombak bersepakat bisa saling mengawini. Namun perkawinan ini tidak diperbolehkan antar satu golongan karena dianggap ersenina, saudara sedarah satu keturunan.
Sesama satu golongan tidak boleh saling mengawini. Namun golongan 1 bisa mengawini golongan 2 begitu sebaliknya. Golongan 1 juga bisa mengawini golongan 3 begitu juga sebaliknya. Golongan 2 bisa mengawini golongan 3 dan juga sebaliknya.
Pengelompokan golongan ini bukan karena kasta seperti adat istiadat di India. Namun pengelompokan karena faktor satu keturunan, satu darah atau ersenina.
Mari kita simak sejarah masing-masing keturunan Sembiring Singombak.
BRAHMANA
Menurut sejarah lisan Karo, nenek moyang merga Brahmana ini adalah seorang keturunan India bernama “Megit” dari kasta Brahmana, yang pertama sekali tinggal di Talun Kaban yang sekarang bernama Kabanjahe. Megit adalah seorang Guru yang menyebarkan agama Hindu di Karo. Anak-anak Megit dari Beru Purba keturunan pendiri kampung Kabanjahe ada 3 orang.
Anak pertama adalah Mecu Brahmana mendirikan kesain Rumah Mecu, keturunannya menyebar ke Bulan Julu dan Namo Cekala. Anak kedua Mbaru Brahmana mendirikan kesain Rumah Mbaru, keturunannya menyebar ke Singa dan Deli Tua. Anak ketiga Mbulan Brahmana mendirikan kesain Rumah Mbulan Tanduk, keturunannya kemudian pindah ke Gurukinayan yang sekarang menjadi Sembiring Gurukinayan. Dari Gurukinayan sebagian keturunannya pindah ke Perbesi dan Bekawar. Dari Perbesi sebagian dari mereka kemudian pindah ke Limang dan Kuta Buara.
GURU KINAYAN
Sembiring Guru Kinayan berasal dari salah seorang keturunan Mbulan Brahmana. Anak laki-lakinya yang paling sulung pergi merantau ke kaki Sinabung. Disana dia kawin dengan seorang Beru Perangin-angin dan mendapat beberapa orang anak. Suatu hari keluar dari sebuah lubang kerbau yang sangat banyak dan tidak habis-habisnya. Putra Mbulan Brahmana itu bersama anak-anaknya kemudian menutup lubang itu. Dari lubang itu akhirnya tumbuh Buluh Kayan Ersurat yaitu bambu yang bertuliskan aksara Karo.
Buluh Kayan berisi tentang obat-obatan berbagai macam penyakit. Orang-orang dari berbagai kampung datang untuk berobat dengan Putra Mbulan yang telah menjadi Dukun atau Guru. Akhirnya kampung itu semakin ramai dan disebut Guru Kinayan yang berasal dari kata Guru Buluh Kayan. Mulai saat itu semua keturunannya disebut Sembiring Guru Kinayan.
COLIA
Merga Sembiring Colia diduga berasal dari kerajaan Colya di India. Mereka datang ke Tanah Karo dan bermukim di Seberaya bersama Sembiring Singombak lainnya seperti Meliala, Pandia dan Depari. Mereka menyebar lalu mendirikan kampung Kubu Colia.
PANDIA
Di India ada sebuah kerajaan bernama Pandya. Orang-orang dari kerajaan itulah yang berimigrasi ke Tanah Karo menjadi Sembiring Pandia. Mereka berkampung di Seberaya. Lalu menyebar dan mendirikan kampung Payung. Beberapa keturunannya juga banyak tinggal di Beganding.
KELING
Seperti diceritakan sebelumnya Sembiring Keling lah yang menipu Raja Aceh. Dia melompat ke sungai dan ditolong oleh seekor anjing kemudian bersumpah tidak akan memakan daging anjing selama hidupnya. Sumpah ini pula yang diikuti saudaranya yang berasal dari India. Merga ini banyak mendiami kampung Keling dekat Berastagi, Juhar dan Raja Berneh.
DEPARI
Menurut cerita Sembiring Depari berasal dari daerah Depary di India. Awalnya Sembiring Depari bermukim di Seberaya. Lalu mereka menyebar ke Perbesi dan Munte. Mereka juga bermukim sampai ke Bekancan di Langkat.
PELAWI
Sembiring Pelawi berasal Pallawa di India. Mereka datang ke Tanah Karo dan mendirikan kampung Ajijahe. Seorang keturunannya mendirikan kampung Bekerah. Lalu mereka menyebar ke Kandibata, Perbesi, Perbaji, Selandi, Bekancan, dan Hamparan Perak. Guru Patimpus Sembiring Pelawi tercatat dalam sejarah sebagai pendiri kota Medan.
BUNUAJI
Merga Sembiring Bunuaji mendiami kuta Beganding bersama seninanya Sembiring Pandia dan menjadi Anak Beru Kuta di kampung itu. Mereka lalu menyebar ke Sukatepu dan Kuta Tengah.
BUSUK
Menurut sejarah Sembiring Busuk berasal dari Sembiring Depari. Mereka banyak mendiami kampung Kidupen, Lau Perimbon dan Bekancan.
Namun pembagian silsilah Sembiring Busuk apakah memang berasal dari Depari belum jelas dan bisa disanggah. Sebab Depari, Pelawi, Bunuaji dan Busuk mengaku saudara 4 SADA BAPA.
© Mejuahjuah.id /CATATAN : Setiap konten di website Mejuahjuah.id memiliki hak cipta. Jika ingin mengutip sebagian ataupun seluruh isi dari setiap artikel dalam website ini harap menghubungi kami atau memberikan asal sumber kutipan dari Mejuahjuah.id.