Toerin-Toerin Joey Bangun – Mejuahjuah.id
Setelah kapal “Sibayak” itu sudah tidak terlihat lagi, kami kembali ke mobil masing-masing dan pulang ke Batavia. Keluarga Gouverneur Generaal Van Starkenborgh menuju istana di Koningsplein (sekarang jalan Merdeka) sementara kami kembali ke hotel Des Indes.
Di hotel termewah di Batavia itu kami disuguhi hidangan tradisional khas Inlander (pribumi). Untuk pertama kali aku bisa mencicipi makanan yang mereka sebut nasi itu. Kata mereka nasi berasal dari padi yang akhirnya menjadi beras. Sekali dua kali makan, nasi memang tidak terlalu bersahabat dengan perutku. Tapi setelah beberapa bulan nanti barulah aku merasakan seluruh ruas tubuhku dikenyangkan oleh makanan Inlander itu.
Kata Papa, kami harus tinggal beberapa bulan dulu di Batavia. Pekerjaannya sebagai anggota Volksraad, Dewan Rakyat yang mengurus persoalan-persoalan di Hindia Belanda membuat kami harus menunda dulu perjalanan ke Sumatera Timur. Papa menyebutkan Volksraad akan membuat program-progam kerja baru untuk Hindia Belanda. Untuk itu pula Papa harus selalu hadir.
Walau agak membosankan aku tidak menuntut Papa. Aku tahu pekerjaan Papa memang sangat sibuk. Aku takut keluar hotel. Karena orang-orang yang di hotel selalu menakut-nakutiku soal Inlander di Batavia. Sebuah pomeo Belanda mengatakan “huiselijk leven boven alles stellen” yang artinya “kehidupan di rumah merupakan segala-galanya.”
Aku menghabiskan waktu dengan bermain tenis di halaman hotel. Kebetulan ada dua lapangan tenis disana. Malamnya kuhabiskan waktu menonton penampilan pemusik-pemusik Eropa yang datang silih berganti memberikan hiburan di Cafe yang terletak di sebelah lobby hotel. Mereka datang dari Belanda, Italia, Swedia bahkan Amerika Serikat. Untuk pergi ke tempat itu biasanya aku ditemani oleh Mama.
Mama adalah sahabat terbaikku. Ia akan setia menemaniku jika aku memintanya. Dia bukan seorang Belanda. Mama lahir di Los Angeles, California. Dialah orang Amerika yang berpikiran maju yang pernah kukenal. Karakter Amerikanya ditanamnya dalam darahku. Sehingga cara pandangku tidak sama seperti wanita-wanita berambut pirang Belanda dengan superioritas rasialisme warna kulit. Waktu itu aku berpikir, kedatanganku ke Nederlandsch Indië sedikit demi sedikit bisa merubah cara berpikir mereka. Seharusnya aku tidak boleh berharap terlalu banyak jika mengetahui apa yang terjadi pada diriku di kemudian hari.
Papa bertemu dengan Mama di London. Ketika itu Papa bersama teman-teman bisnisnya berencana menghabiskan malam menonton teater di Shakespeare Opera.
Malam itu lakon “Antony and Cleopatra” karya William Shakespeare digelar oleh sebuah kelompok teater keliling asal Amerika. Dua jam pertunjukan terasa sebentar oleh sepasang mata Papa tidak bisa lepas dari si pemeran utama. Tokoh Cleopatra itu dimainkan oleh seorang aktor cantik berkarisma. Karismanya membuat seisi gedung opera larut dalam haru biru kepedihan cerita sang Cleopatra.
Kerasnya tembok yang membentengi hati Papa akhirnya diterjang oleh api cinta. Tepuk tangan terakhir menandakan pertunjukkan telah selesai. Papa meninggalkan teman-temannya tanpa pesan. Teman-temannya terdiam heran.
Papa telah hadir di backstage ketika para pelakon telah kembali. Dengan gagah Papa datang kepada sang Cleopatra dan mengulurkan tangannya. Sang Cleopatra terperanjat. Dia mengaku bernama Dina Smith. Dua bulan kemudian akhirnya dia menjadi pendamping Papa seumur hidup.
Kedekatanku pada mama melebihi sepasang sahabat. Mama mengerti keinginanku. Begitu juga aku yang sangat menghormati semua kehendaknya. Sehingga ketika kami diharuskan untuk mengisi kebosanan, kami memutuskan untuk mengelilingi kota yang baru kami tinggali ini.
Untuk mengatasi kebosanan kami berkeliling Batavia dengan ditemani supir pribadi. Supir pribadi kami seorang Indo. Papanya seorang Belanda sedang Mamanya adalah pribumi. Kalau tidak salah dia pernah mengatakan padaku kalau ibunya berasal dari Sumatera Timur. Sebuah suku yang mengaliri darahnya membuat aku sulit untuk melafalkannya secara jelas dengan lidah Belandaku. Tapi kalau aku mencoba mengingat apa yang dikatakannya sore itu, ibunya seorang Karo.
Bersambung
© Mejuahjuah.id /CATATAN : Setiap konten di website Mejuahjuah.id memiliki hak cipta. Jika ingin mengutip sebagian ataupun seluruh isi dari setiap artikel dalam website ini harap menghubungi kami atau memberikan asal sumber kutipan dari Mejuahjuah.id.