Toerin-Toerin Joey Bangun – Mejuahjuah.id
Lingga Simalem
Musim panen telah tiba. Gendang bertabuhan. Desa Lingga meriah. Tidak ada menutup kebahagian dengan kerut wajah. Semua tersenyum bahagia. Kerja tahun akan dilakukan besar-besaran.
Di setiap sudut desa terlihat persiapan. Jambur tempat acara puncak digelar dihias begitu rupa. Di beberapa kesain mulai dipersiapkan makanan khas tradisi. Ada yang memasak tasak telu, terites, lomok-lomok sampai makanan ringan seperti lemang, jong labar ataupun cimpa.
Siang tepat hari kerja itu, Santa Perkeleng datang dengan beberapa temannya. Kedatangannya disambut dengan orat tutur tuan rumah. Adalah menjadi kebiasaan bagi setiap desa di Tanah Karo jika seorang asing datang harus bertututur dulu dengan tuan rumah. Selain tata krama untuk mengetahui latar belakang asal muasal keluarga, juga untuk berjaga-jaga agar kampung tidak terancam oleh orang-orang tak dikenal.
Setelah yakin bahwa Santa dan teman-temannya berasal dari Batu Karang, orat tutur berubah menjadi persaudaraan. Terlebih setiap orang yang berpapasan dengan mereka akan menyapa dengan sunggingan senyum ramah. Mereka sudah tahu Santa Perkeleng. Suatu kehormatan jika pemuda itu menghadiri kerja tahun desa ini. Terutama para gadis yang akan terbuai oleh kehadirannya.
Memang menjadi kebiasaan jika setiap kuta melaksanakan kerja tahun dengan mengundang orang-orang dari kuta lain. Kemeriahan menjadi milik bersama. Seluruh Tanah Karo akan menyambut dengan sukacita.
Malam itu begitu panas. Bukan karena cuaca yang memang tidak hujan sedari tadi siang. Tapi terlebih karena seorang gadis yang menjadi bintang malam itu. Dia penari handal. Lekuk tubuhnya sempurna. Konon wajahnya ayu maha sempurna itu menyerupai legenda Karo terkenal Putri Hijau.
Semua mata laki-laki seisi jambur manatapnya. Tapi bagi para laki-laki yang sudah mengetahui berunya sama dengan merga dirinya akan menyingkir. Tidak ada gunanya karena memang adat melarangnya. Bolehlah menikmati tapi tidak untuk dimiliki.
Setiap laki-laki yang menjadi pasangannya akan menjadi salah tingkah. Keberaniannya menari asak mengasak memang membuat setiap laki-laki yang tidak siap fisik dan mental akan menyerah. Satu dua laki-laki mengaku kalah. Seisi jambur mentertawakan dengan ejekan.
Sedari awal memasuki jambur gadis itu telah menarik perhatian Santa Perkeleng. “Ise singuda-nguda ah ?” tanyanya dalam hati. Kehadiran Santa Perkeleng mungkin menarik perhatian pada gadis-gadis lain tapi tidak pada gadis itu.
Gadis itu telah menjadi kembang diantara semak berduri seisi Jambur. Beberapa anak perana berusaha menarik perhatian. Kadang dengan lelucon berlebihan, kadang dengan gerakan-gerakan yang tidak masuk diakal.
Saat dinantikan tiba. Ketika tarian mendaulat bebere Karo dan Beru Karo untuk maju ke tengah. Kesempatan ini tidak disia-siakan Santa Perkeleng. Dia merapikan kampuhnya dan turut maju ke tengah. Karena dia memang bebere Karo.
Nafasnya sontak berhenti. Si gadis pujaan hatinya turut maju ke tengah. “Ternyata dia beru Karo juga,” pikir Santa Perkeleng. Dia menengadah ke langit-langit atas jambur, “Nande, pasu-pasundu perdalinenku gelah nande Karo ateku ngena nggit nandangi aku.” Dia menutup mata dan menghembuskan nafas. Ketika membuka matanya, betapa terkejutnya dia. Nande Karo itu telah berdiri dihadapannya!
Kontan Santa Perkeleng salah tingkah. Gadis itu tersenyum padanya. Dia mencoba membalas tapi urat-urat yang menjalari wajahnya seolah berubah menjadi karet. Dia susah tersenyum.
Penggual mulai melaksanakan tugas. Gendangpun mulai berirama. Nyatakan tarian sudi untuk dimulai. Anak muda dan para gadis mulai menari. Tarian mereka mengikuti hentakan gendang.
Bersambung
© Mejuahjuah.id /CATATAN : Setiap konten di website Mejuahjuah.id memiliki hak cipta. Jika ingin mengutip sebagian ataupun seluruh isi dari setiap artikel dalam website ini harap menghubungi kami atau memberikan asal sumber kutipan dari Mejuahjuah.id.